Rasm Utsmani adalah cara penulisan Alquran yang dibakukan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (25 H). Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional.
Tulisan Alquran sebagai disiplin ilmu berbeda-berbeda dengan Alquran dalam qira’at. Karena itu, riwayat penulisannya pun tidak tunggal.
Selain dua nama al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat berderet nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Alquran.
Dari karya-karyanya yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain, Ibn Abu Dawud (w 316 H) dalam karyanya al-Mashahif, al-Mahdawi (w 430 H) dalam karyanya Hija’ al-Mashahif al-Amshar, al-Balansi (w 563 H) dalam karyanya al-Munsif, al-Syatibi (w 590 H) dalam karyanya Aqilat al-Atrab, dan al-Sakhawi (w 643 H) dalam karyanya al-Wasilah.
Menurut Qadduri, disiplin rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian rasm Utsmani sangat terkait aspek bahasa, maka sebagaimana dikemukakan al-Suyuthi (w 911 H), semua penulisannya pun terkait kaidah kebahasaan.
Setidaknya, itu yang menjadi rumusan kaidah ilmu rasm Utsmani yang masyhur. Pertama, membuang huruf (hadhf); kedua, menambahkan huruf (al-Ziyadah); ketiga, penulisan hamzah; keempat, pergantian huruf (al-Badal); kelima, kata yang disambung dan diputus penulisannya (al-fasl wa al-wasl); dan keenam, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya (ma fihi qira’atani wa kutiba ‘ala ihdahuma).
Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain, pertama membuang huruf, misalnya penulisan kata al-‘alamin dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ‘ain.
Kedua, menambahkan huruf, misalnya penulisan kata mulaqu rabbihim yang tidak disertai alif bentuk jamak dalam rasm ditambahkan alif setelah waw. Ketiga, pergantian huruf, misalnya penulisan kata al-hayat dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw.
Keempat, kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata an la dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi alla.
Sedangkan kelima, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah [2]:132 yang dibaca wawassha karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi wa awsha.
Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang berbeda.
Dari semua kaidah tersebut, rasm Utsmani Mushaf Alquran Standar Indonesia setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Alquran dari dalam dan luar negeri, hasilnya muncul kesepakatan untuk menyempurnakan kaedah dan panduan penulisan 186 kata, yang sama sekali tidak berpengaruh pada makna atau orisinalitas Alquran itu sendiri.
Karena dalam beberapa tempat sudah sesuai dengan riwayat al-Dani. Tokoh-tokoh luar negeri yang diundang pun kompeten di bidangnya, seperti Prof Dr Abdul Karim (Mesir), Prof Dr Samih Athaminah (Yordania), Prof Dr Miyan Tahanawi (Pakistan), dan Dr Zain el-Abidin (Mujamma’ Malik Fahd Madinah). Demikian, Wallahu a’lam.
Sumber: republika.co.id
[…] penamaan standar tulisan Al-Qur'an dengan Rasm Usmani merupakan penghargaan atas jasa besar Khalifah Utsman dalam menyatukan perbedaan qira'at melalui […]